Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
Jl. Raya Kaligawe KM. 4 Semarang,
Telp. 024-6580019,
Website : www.rsisultanagung.co.id, E-mail : rs@rsisultanagung.co.id
Sebagaimana halnya dengan kasus tidur mengorok, bukan isapan jempol, di Australia ada seorang istri minta cerai gara-gara gigi suami suka ”ribut” saban kali tidur. Itu cerita dulu, ketika dokter bingung bagaimana menangani teeth grinding, gigi “kreot-kreot” sewaktu tidur.
Cerita yang sama dialami Bu Kar., 40 tahun. Dari sejak kawin, gigi suaminya ”kreot-kreot”. Saking kerasnya suara gigi baku beradu itu, tak jarang membangunkan Bu Kar. dari tidurnya. Ini bukan kejadian sekali-dua. ”Masak harus terus pisah ranjang terus!” katanya.
Bu Kar. bertanya kepada dokter bagaimana solusi punya kebiasaan mengganggu seperti itu. Adakah obat, cara, atau siasat lain, agar kebiasaan ”teror” malam hari itu tidak sampai membangunkan tetangga seranjang, tetapi dokter angkat tangan.
Sukar dikontrol
Ya, sindroma sendi rahang (temporomandibular jaw syndrome) sering jadi masalah besar karena memang tidak mudah dikontrol, dengan cara apa pun. Bukan hanya sampai pada masa kecil dan remaja kebiasaan merusak gigi sendiri itu akan selesai. Pada umurnya yang sudah hampir paruh baya, mulut suami Ibu Kar. masih doyan berisik kalau lagi tidur.
Tidak ada obat penenang apa pun yang bisa mengerem kebiasaan yang berlangsung tanpa disadari. Si pengidap tidar sadar kalau tidurnya suka ribut sendiri begitu. Tetangga tidurnya yang tobat, tak cukup sekadar punya rasa cinta dan bertenggang rasa belaka.
Terganggu tidur tidak ada urusan dengan rasa kasih. Cinta atau tidak cinta, suara keras gigi beradu, tak segan mengganggu tidur orang yang paling mencintai sekalipun. Untuk itu nyaris ”tiada maaf, Mas!”
Pernah beberapa kali Ibu Kar. mencoba membebat rahang suaminya dengan kain. Namun, tetap saja suaranya berisik, tak bisa disumbat dengan cara itu. Ibu Kar. masih tetap terganggu dari tidurnya. Konon, ia sudah kehilangan cara mencari terapi tepat dan ternyata tidak berhasil. Ia harus toleran dan menerima kenyataan bahwa tidur malamnya tidak akan bisa ayem terus.
Komplikasi Gigi-Geligi
Bukan cuma mengganggu tetangga tidur, gemeretuk tidur malam juga merusak gigi-geligi. Permukaan enamel gigi akan aus, menipis, dan bisa jadi retak. Kekuatan gemeretuk gigi amat keras, sehingga suaranya terdengar memilukan, yang tak bisa diterima normal oleh telinga. Sungguh mengerikan, seakan gigi tergosok batu.
Gesekan gigi-geligi digoyang oleh gerakan rahang bawah, mirip kambing sedang memamah rumput. Rata-rata pengidap bruxism permukaan giginya tidak sempurna lagi. Lapisan bening mengkilap giginya sudah hilang, dan tampak kasar. Gigi yang sudah begini tentu lebih rentan keropos, selain menjadi goyang bila jaringan gusi sudah semakin longgar dengan bertambahnya usia.
Ibu Kar. melihat kondisi seperti itu pada gigi suaminya, terutama gigi geraham, atas dan bawah. Sang suami menyadari betul kesengsaraan istri selama tidur bertetangga dengannya. Masalahnya, istri tak tega meninggalkan suami tidur sendiri.
Pernah diatur agar istrinya tidur lebih dulu supaya suara mengganggu itu tidak menghalangi proses jatuh tidurnya. Tetap saja, kendati sudah terlelap tidur, suara gaduh dari gigi-geligi lebih kuat dari kedalaman tidur istri, sementara sang suami yang giginya gaduh enjoy tidur saja.
Komplikasi bukan cuma pada gigi-geligi. Lama-kelamaan bisa juga muncul keluhan pada sendi rahang. Merasa ada rasa nyeri di pangkal rahang, misalnya, tanda bahwa sendi rahang sudah menderita saking kerasnya gerakan rahang sewaktu serangan gemeretuk itu datang dalam tidur.
Rasa nyeri di pangkal rahang juga bisa dirasakan di dalam telinga (bertetangga dengan sendi rahang). Pada beberapa kasus bahkan bisa membuatnya susah tidur (kalau pasangan tidur galak atau menjadi marah akibat bruxism). Pada yang lain mungkin sampai terjadi gangguan dalam makan. Itu semua yang menambah depresi penderita.
Mereka yang ”berbakat” bruxism, serangan gemeretuk giginya menjadi-jadi bila siangnya menghadapi stres yang lebih dari biasanya. Pengalaman stres harian ikut menentukan derajat kekerasan gigi “kreot-kreot”.
Tidur para pengidap bruxism umumnya kurang begitu tenang. Jika diamati, mereka kelihatan gelisah sepanjang tidurnya, tanpa ia sendiri menyadarinya. Sering membolak-balik badannya beberapa saat sekali dalam tidurnya, sembari terus mengeluarkan bunyi tak elok dari mulutnya. Bunyi yang tak mungkin bisa dilakukannya dalam keadaan sadar.
Perlu Protektor GigiSekarang sudah banyak ragam alat pelindung gigi selama tidur. Karena memang belum ada obat yang tepat, yang dilakukan medis hanya memberi perlindungan agar komplikasinya tidak sampai cepat merusak gigi. Ada berbagai bentuk protektor gigi yang dipasang (mirip memakai gigi palsu) selama pengidap bruxism dalam masa tidur.
Dengan pemakaian protektor gigi, selain gigi pengidap tidak lekas rusak, suara yang muncul pun tentu tidak sekeras tanpa pelindung gigi. Oleh karena terbuat dari bahan lunak yang tidak mengganggu selaput lendir mulut, suara gesekan, kendatipun terjadi juga, tidak menimbulkan suara yang mengerikan lagi.
Di Jepang misalnya dibuat sebuah perangkat elektrik, yang diduga dapat menahan gerakan rahang yang tak terkontrol itu. Namun, belum jelas apa berhasil meredam bruxism secara total.
Kendati belum menimbulkan keluhan gigi, pemeriksaan gigi-geligi secara rutin perlu dilakukan pengidap bruxism, sebelum kerusakan gigi menjadi fatal dan tak bisa dikoreksi, telanjur terjadi. Akibat gesekan, sudah disebut, permukaan gigi semakin kehilangan lapisan keras gigi yang melindungi gigi dari ancaman zat kimiawi. Bila pelindung ini semakin tipis dan bahkan sudah hilang, gigi mudah sekali aus, keropos, dan bolong.
Obat Penenang atau Terapi Jiwa
Di mana-mana para ahli bilang belum tahu apa penyebab seseorang sampai rajin gaduh begitu gigi-geliginya. Namun, faktor stres dituduh menjadi biang keladi. Ada tipe kepribadian orang-orang tertentu yang rentan untuk mengidap gigi gemeretuk.Orang-orang penggugup, yang hidupnya tegang (tension), atau memiliki sikap kemarahan yang ringan munculnya, frustrasi, agresif, dan merasa dikejar waktu (serba tergopoh-gopoh), dan hidupnya kompetitif, cenderung jadi begitu.
Satu-satunya yang dapat dilakukan pihak medis adalah dengan memberikan obat penenang, antistres. Dengan cara demikian stres sebagai pemicu bruxism bisa diredam, dan diharapkan serangan gemeretuk gigi tidak muncul.
Namun, apakah pengidap bruxism harus terus-menerus bergantung pada obat, di situ masalahnya. Sebagian dokter lebih menyarankan memakai protektor gigi, dan kadang-kadang saja memberi penenang, bila stres hariannya benar-benar lagi angot.Sebagian pasien mungkin membutuhkan psikoterapi, terapi kejiwaan, atau mengubah perilaku (agresif, pemarah, sikap kompetitif), dengan behavior modification, misalnya. Selain itu dilakukan juga biofeedback, seperti salah satu cara terapi bagi orang yang ingin menghentikan kebiasaan merokok.
Memang tidak mudah mengatasi bruxism. Namun, saya kira, Ibu Kar. tidak bakal sampai menceraikan suami, sebagaimana keputusan seorang istri di Australia. Cinta Bu Kar. pada suaminya, konon kata para tetangga, sudah gula jawa serasa cokelat.
visite our website : http://www.rsisultanagung.co.id/
Labels: Bruxism, RSI Sultan Agung Semarang